Mahasiswa, Jelas Beda, Beda Jelas!!

Berbicara tentang nama, maka erat hubungannya dengan fungsi dari nama tersebut. Misalnya kompor, yang fungsinya untuk memasak. Jika kompor tersebut tidak dapat lagi berguna sesuai dengan fungsinya, maka benda tersebut bukan kompor lagi. Mungin kita lebih senang menyebutnya barang botot, atau sebutan khas, Sagalo Buruak. Itulah sedikit tentang benda yang namanya berkaitan langsung dengan fungsinya. Jika fungsi dari benda tersebut tidak lagi sebagaimana mestinya, maka tidak tertutup peluang nama benda tersebut juga akan berganti.

 

Sekarang kita akan bercerita tentang mahasiswa.( nggak nyambung ya? Tapi nanti insya Allah nyambung koq). Menurut saya, fungsi mahasiswa ada dua. Pertama, fungsi keatas. Yaitu mahasiswa mempunyai fungsi stategis dibidang POLITIK sebagai sosial kontrol dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Kedua, mahasiswa mempunyai fungsi SOSIAL / kebawah, yaitu sebagai abdi masyarakat. Dan kedua fungsi ini akan berkolaborasi yang pada akhirnya ada keharmonisan antara fungsi keatas (Fungsi Politik ) dan fungsi kebawah ( Fungsi Sosial). Inilah mahasiswa menurut saya. Jelas Beda, Beda jelas!!

 

Nah, sekarang ceritanya udah agak nyambung nih sama cerita kompor tadi. Antara benda dan mahasiswa, ada kemiripan. Seseorang disebut mahasiswa apabila ada kedua fungsi diatas.[ini menurut saya..] seperti layaknya kompor diatas..(betul khan, nyambung ceritanya? )

 

Lalu kalau tidak ada fungsi tersebut bagi seseorang yang secara status akademiknya adalah mahasiswa, maka…Kembali lagi dech pada cerita kompor diatas. Artinya, ya nggak mahasiswa dunk. Dan saya lebih senang menyebutnya dengan gelar ANAK SMA KELAS IV [Empat]. Atau, kalaupun kita merujuk kepada KBK(Kurikulum Berbasis Kompetensi), Yeah jadi anak kelas XIII [Tiga Belas] dink!!.

 

Ini adalah opini saya, anda berhak setuju atau menolaknya. Tapi yang jelas, kedua lini utama bangsa (Sosial dan Politik) menunggu kontribusi anda kalau memang anda betul-betul mahasiswa. Seolah zaman mengangkat dagunya untuk menantang dan menunggu persembahan dari kita, jika kita memang benar mahasiswa..[]

 

Bergeraklah, karena (kata orang) diam bisa mematikan!! Hidup Mahasiswa!!

 

 

Kebebasan??!!

Setiap materi yang ada, tak luput dari perhatian orang lain. Dan sebagai buah dari perhatian orang lain, muncullah pendapat tentang kondisi materi tersebut lengkap dengan “plus minusnya”. Mungkin kita lebih sering membahasakan dengan kata penilaian. Begitu juga dengan diri kita pribadi sebagai materi, tak luput dari penilaian. Semua sisi hidup kita pasti akan dinilai. Dan semua orang punya hak untuk menilai segala sisi dari diri kita. Kebanyakan penilaian yang sering dikemukakan adalah penilaian tentang sisi negatif suatau materi.

Dan memang begitulah sejarah kehidupan ini dari dulunya, selalu ditumpangi oleh beribu, bahkan berjuta kisah tentang penilaian.di zaman kisah nabi-nabi, Mungkin berawal dari penilaian Qabil tentang saudaranya, Habil. Mungkin Sampai pada zaman nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Dan dalam deretan panjang sejarah penilaian itu, tak selamanya penilaian yang diberikan berasal dari niat ikhlas untuk mengoreksi. Sehingga makna substansi dari sebuah penilaian lebih tepat dikatakan sebagai pengeksplorasian kesalahan-kesalahan.

Satu hal yang menarik untuk kita ingat kembali adalah sejarah tentang penilaian Abu Jahl terhadap Rasulullah. Kisah ini semakin meyakinkan kita bahwa penilaian adalah kebebasan yang sebebas-bebasnya bagi semua yang ingin menilai. Sebebas penilaian gila yang diberikan Abu Jahl kepada Rasulullah.

Maka, kalau ada seseorang menilai atau menakar kita, itu adalah hal yang sangat wajar sekali. Mungkin ada yang bilang kita baik, semoga dengan penilaian tersebut kita semakin terpacu untuk berbuat kebaikan yang kebih. Ataupun ada yang menilai sisi negatif kita, itupun juga sangat wajar. Mungkin ada yang menilai kita agak “lemah”, agak moderat, agak apalah pokoke, wajar.. Bahkan kalaupun ada yang menilai kita khepharhat itupun juga masih wajar. Ya khan?!! ( ^_^ ).

Terakhir, ada satu hal yang harus diperhatikan. Bahwa penilaian dari manusia tidak pernah dan memang tidak akan pernah menentukan posisi kita dihadapan Rabb kita, Allah SWT. Maka penilaian seseorang adalah ibarat bayangan pohon diatas air. Ketika angin datang menyapa permukaan air, maka pohon yang luruspun akan kelihatan bengkok. Dan pohon yang bengkokpun sesaat dipermukaan air akan terlihat lurus. Begitulah penilaian, kadang tak pernah sama dengan yang aslinya. Bergantung dari sisi pandang mana… Maka berterima kasihlah kepada orang yang telah menilai kita. Karena mereka mungkin akan menjadi refleksi bagi diri kita..[]

Sajak Kematian…. (tuk yg sdg berduka)

Kami akan datang sebentar lagi

Menerobos celah pintu

Memelukmu dan berkata:

kematian itu tumbuh bersama

detak jantung

bersama penyair yang membaca sajak

bersama reporter TV, penyiar radio,

serdadu, kiai, santri dan topeng-topeng

Kami akan memelukmu dari balik pintu

Lalu berjanji datang kenegeri ngeri, kenegeri sunyi

Kami akan datang sepanjang waktu

Menerobos celah pintu dan memelukmu

Dengar kami berbisik:

kematian itu rindu batang tubuh

rindu cairan air mata

rindu cinta kepasrahan

Dengar kami mengerang:

kematian itu membelit ruh, menarik jiwa

mengacak-acak keyakinan

membuang semu rahsia

mencabik kulit, memotong tulang

Kami berjanji akan datang kecelah pintu

Menjemputmu, membawamu pada keabadian

Merantaimu, menghalaumu dari kefanaan []

 

min: sabili 2000an

“Marantau di balakang dapua?!”


Apa yang terbersit dibenak anda ketika membaca judul ini? Lucu, penasaran atau barangkali bolehjadi percampuran diantara keduanya? Kata ini saya dapatkan dari seorang saudara saya yang sedang melanjutkan pendidikan dikota Padang. Dia membahasakan kuliah dikota Padang dengan kata tersebut, Entah apa maksudnya. Tapi yang jelas kata ini terlontar ketika kami sedang berbicara tentang perbedaan kuliah dikampung (baca: SumBar) dengan yang “Marantau” (Luar SumBar). Perbincangan kami mengenai komparasi antara keduanya. Yah biasalah, dimulai dengan suka dukanya kuliah dikampung dan kuliah dirantau.

Biasalah, peribahasa “Rumput tetangga selalu hijau ” mungkin sangat tepat untuk membahasakan perbincangan kami. Saudara saya tersebut mengatakan enak kuliah diluar kota, dan sebaliknya saya, mengatakan enak kuliah dikampung. “Marantau dibalakang dapua” akhirnya baru saya pahami jauh hari setelah perbincangan kami. Menurut pendapat saya kalimat tersebut adalah untuk membahasakan tentang fenomena kuliah dikampung. Yah… Seperti merantau dibelakang dapur, habis bekal tinggal ambil didapur. Simple present tense khan??hehe.. itulah mungkin yang dimaksudkan oleh saudara saya tersebut.

Namun saya berpendapat, ada kelebihan dan kekurangan diantara keduanya. Makanya saya tidak pernah mengatakan dan paling tidak suka kalau ada orang yang mengatakan lebih baik salah satu diantara keduanya. Kalaupun nantinya ada yang kuliah dikampung (Padang), saya memandang ada kelebihan yang tidak akan dimiliki oleh orang yang kuliah dilular daerah. Dan itu tidak sedikit. Pertama, mengenai peluang untuk ber”Birrul Walidayn” tentunya akan lebih besar dibandingkan dengan orang yang kuliah diluar Sumbar, Jawa misalnya. Kedua, ketika ada keperluan mendadak misalnya, atau kalau ada “apa2” tak perlu berpikir panjang untuk pulang “kerumah” (sengaja saya bahasakan dengan pulang kerumah, karena “pulang kampung” bahasa untuk yang dari luar Sumbar) tanpa harus berpikir masalah financial, waktu dan pertimbangan yang lain dan banyak lagi kebaikan yang tidak akan dimilki oleh orang2 yang kuliah “Marantau”

Kalau bercerita tentang enaknya kuliah “Marantau”, maka saya akan memposisikan diri saya sebagai pribadi yang menjalaninya. Suatu saat ada yang bertanya tentang enaknya kuliah dirantau pada saya. Saya katakan, bedanya kuliah dirantau dengan diPadang enggak banyak. Kalau dirantau, mahasiswa Minangnya lebih kompak. Hehe.. Mau bukti?? Nih.. Kalau di Padang,lebih menonjolkan kedaerahan, sedangkan di rantau Mahasiswa Minang bersatu. Compax bgt gt lho…Paham khan?? Maksudnya begini, kalau diPadang nggak ada yang namanya Perkumpulan mahasiswa Minang. Yang ada perkumpulan mahasiswa Jawa, Batak, dll. Ataupun kalau ada, itupun mungkin dengan menonjolkan kedaerahan. Ikatan mahasiswa Pasaman, Pariaman, “Pikumbuah”, Pangkalan, Suliki, Taeh..Eee.. sorry… Seperti gak kompak gtu..hehe.. Ngeyel dikit neeh.. Selanjutnya, kalau di “rantau” mudah nyari kedai nasi Padang. Sementara Kalau di Padang, payah kali bah.. Iya khan?? Hehe..

Terakhir, pernah juga ada yang bertanya mengapa saya kuliah diluar kota? Saya menjawab simpel. Saya katakan bahwa sesungguhnya saya tahu kalau “PULANG KAMPUNG ITU INDAH”. Makanya saya kuliah jauh dari kampung biar semakin merasakan indahnya pulang kampung. .[]

NB : Tulisan ini terkhusus untuk adik2 07 yang mo kuliah (ada nggak ya anak2 07 yang ngebaca??). Kuliahlah, dan pilihlah tempat kuliah yang anda sukai. Mau “marantau Sabananyo”, ataupun “marantau dibalakang Dapua”, terserah.. Yang jelas, pada keduanya ada kebaikan. Dan u kwn2, saya paling tidak suka kalau ada orang yang mengatakan lebih baik salah satu diantara keduanya. So, jangan katakan lagi perkataan itu pada saya. U Adek..”Pulang Kampung itu Indah, Tunggu wak pulang kampuang sabanta lai Yoo..” Hehe.. Ndak nyambuang khan??.Wassalam